Usia saya yang menua sudah memberikan banyak pengalaman hidup. Entah itu menyoal kepeduliaan pada diri sendiri atau pada orang yang berada di sekitar. Memang, kadar sensitivitas seseorang itu beda satu sama lain. Dan saya beruntung menjadi bagian dari mereka yang memiliki tingkat sensitivitas tinggi. Walaupun belum banyak yang bisa saya lakukan, setidaknya saya tahu bagaimana membuat mereka sadar dan nyaman dengan adanya saya di sekitar mereka.
Saya masih (dan akan terus) mempelajari apa itu makna kehidupan. Kebersamaan dengan mereka yang kita sayangi tentu lekang oleh waktu. Sensitivitas kita akan terus diuji, seperti bagaimana kita berhadapan dengan orang baru atau siasat apa yang harus dilakukan agar kita bisa membuat keadaan menjadi lebih baik. Semua itu tentu butuh waktu penyesuaian yang bisa kita dapatkan dari pengalaman. Bukan, bukan hanya dari pengalaman hidup diri kita sendiri, tapi juga pengalaman hidup orang lain. Seperti pengalaman mereka, pejuang Indonesia, yang telah gagah merebut kemerdekaan dari jajahan Belanda.
Kompas, Senin 18 Mei 2015, menceritakan sebuah kisah tentang strategi membumi agar lestari untuk menyambut Hari Kebangkitan Nasional yang tepat jatuh di hari ini. Diceritakan bahwa museum dan komunitas ialah kesatuan yang tidak boleh dipisahkan.
“Museum adalah representasi kebudayaan dan sejarah Indonesia. Harus terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada masyarakat” – Mardiana (Kepala Museum Nasional Indonesia pada kutipan Kompas, Senin 18/05/15)
Lestari atau tidaknya kebudayaan Indonesia bukan hanya tugas Ibu Mardiana beserta kepala museum lainnya di penjuru negeri, tapi juga tugas kita sebagai masyarakat Indonesia. Klasik memang jika dikatakan seperti itu, tapi kamu yakin mau diam saja dan tidak mau membantu melestarikan budaya Indonesia? Padahal, kebebasan yang kita rasaorkan sekarang ini bagian dari pertumbahan darah para pahlawan kita di hari kemarin. Lalu bagaimana dengan kisah pengalaman Pak Ma’ruf sebagai sukarelawan sekaligus penanggungjawab Museum Perdjoangan Bog di bawah ini?
Museum Perdjoangan Riwayatmu kini dok.pri
Museum milik Kota Hujan ini sedang berjuang dari ancaman kebangkrutannya. Kebutuhan finansial yang tinggi untuk perawatan dan pengelolaannya memang belum dibantu oleh pemerintah daerah. Saya sebagai warga Bogor begitu sedih ketika membaca berita ini di surat kabar Nasional. Begitu tidak pedulinya kah kita pada tempat yang paling bersejarah di Kota Bogor? Apa kita akan diam saja sampai Museum Perdjoangan Bogor ini benar-benar bangkrut? Yuk, kita sama-sama bangkit untuk melestarikan sejarah negeri ini. Mungkin, bisa dimulai dari kunjungan kesana dan membagikannya lewat tulisan atau hasil jepretan. Tidak ada salahnya kan kita bantu promosi tempat bersejarah milik negeri ini? Atau kamu mau menukar apa yang sedang kamu genggam (gadget) dengan apa yang pernah mereka genggam untuk Indonesia (re: bambu runcing)? Selamat memilih, kawan. Dan Selamat Hari Kebangkitan Nasional!